Familiar dong dengan anime Jepang yang
dulu sempat mewarnai acara Tv kita di Hari Minggu, seperti Doraemon,
Pokemon, atau Detektif Conan. Selain ceritanya yang menghibur dan bikin
nyandu, gambar kartun animasinya juga tidak jarang bikin kita jatuh
cinta. Lantas tak jarang pujian-pujian kita hantarkan kepada Jepang, si
nenek moyang anime. Tapi tau ga loe kalau sebenarnya
anime-anime tersebut pembuatannya ternyata dilakukan di
Indonesia, tepatnya di Bali oleh perusahaan PT Marsa Juwita Indah.
Memang tidak seluruh proses pembuatan film-film kartun tersebut dibuat
di Bali, akan tetapi 50% dibuat oleh Perusahaan animasi yang bermarkas
di Jalan Trijata, Denpasar tersebut.
Proses pembuatan Film Animasi
biasanya melalui 4 proses. Pertama-tama dimulai dari Praproduksi yang
meliputi pembuatan konsep, scenario, karakter, storyboard serta dubbing
awal. Setelah itu barulah kemudian masuk kedalam tahap pertama yang terdiri dari tata letak, pembuatan latar belakang, gerakan-gerakan kunci dan in between ((gambar-gambar yang menjembatani gerakan kunci agar terlihat halus). Produksi tahap kedua adalah proses scanning, coloring, composite, dan rendering.
Nah, dari keempat produksi
tersebut, dua tahap dibuat di Indonesia. Hasil dari pekerjaan anak
bangsa ini kemudian di kirimkan ke Jepang untuk disempurnakan ke
tahap-tahap selanjutnya, lalu didistribusikan ke seluruh dunia. Dari
pengerjaan tahap pertama dan kedua untuk animasi Doraemon yang durasinya
24 menit, perusahaan Asiana Wang Animation dan PT Marsa Juwita Indah
meraup keuntungan sebesar $30.000 (270 juta rupiah).
Perusahaan-perusahaan anime di Jepang lebih memilih untuk meng-hire
perusahaan animasi Indonesia karena kualitasnya bersaing dengan harga
terjangkau. Harga yang ditawarkan jauh lebih murah dibandingkan dengan
Korea yang mematok $90.000 dan Filipina yang mematok $40.000.
Selain
mengerjakan Anime, ternyata Animator di Indonesia juga mendapatkan
tawaran dari Walt Disney. Asiana Wang Animation yang berlokasi di
Tanggerang mendapat orderan untuk menggambar tokoh kartun si rusa,
Bambi. Menurut pengakuan Amarsyah, Direktur Asiana, saat
ini selain Walt Disney, perusahaanya juga turut menggarap kartun yang di
produksi oleh MGM dan Warner Bros. Namun ketiga perusahaan raksasa
animasi itu tidak mencantumkan nama Asiana Wang Animation di credit
title film-film animasi tersebut. Hal ini dikarenakan pengerjaannya
tidak seluruhnya dilakukan oleh Asiana, sehingga Asiana juga tidak
berhak untuk mendapatkan royalti dari karya animatornya.
Selain untuk di kirimkan ke
Negara asalnya, ada pula perusahaan animasi yang mengerjakan animasi
untuk konsumen dalam negeri, Red Rocket Animation, misalnya. Perusahaan
ini pernah memproduksi kartun lokal berjudul “Dongeng untuk Aku dan
Kau” yang pernah ditayangkan di Indosiar. Menurut pengakuan dari
Direktur Red Rocket, pihaknya harus menyiapkan 25 gambar tiap detiknya,
wajar saja jika kartun berdurasi 30 menit ini diselesaikan dalam satu
tahun.
Kendala waktu, dan minat
masyarakat akan profesi sebagai animator menjadi salah satu penghambat
berkembangnya industri animasi di Indonesia. Padahal, animator merupakan
profesi yang memiliki potensi besar, mengingat perusahan-perusahan
animasi seperti Walt Disney dan Warner Bros saja mempercayakan proses
pembuatan animasinya di Indonesia. So, coba kalau kita lebih
mengapresiasi karya animasi Negeri sendiri, tentunya Upin & Ipin
tidak akan berbicara bahasa Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar